Viewing entries tagged
4R

Let's Return Plastic To Earth

Dibandingkan dengan bahan material tradisional seperti kulit, kayu, karet, logam, dan lainnya, Plastik merupakan material yang paling umum digunakan dalam keseharian masyarakat modern. Tak hanya karena memiliki berbagai keunggulan seperti kuat, ringan, mudah dibentuk, dan tidak mudah pecah, tapi juga tahan karat.

Banyak produk yang bisa dihasilkan dari material ini mulai dari kemasan makanan dan minuman, perabotan rumah tangga, mainan anak-anak, peralatan tulis, bahkan hingga komponen kendaraan bermotor atau listrik. Namun sayangnya plastik membutuhkan waktu yang cukup lama yakni 500 hingga 1000 tahun untuk dapat. Maka tak heran jika sampah plastik merupakan penyebab utama timbulan sampah dan menjadi masalah dunia.

Seiring berjalannya waktu, penggunaan plastik sendiri terus meningkat setiap tahunnya diiringi dengan peningkatan konsumsi dari masyarakat. Peningkatan konsumsi ini menggiring kita pada peningkatan limbah dari plastik itu sendiri.

 Seperti yang sudah lama kita ketahui bahwa ada acara untuk mengurangi limbah plastik yakni Reduce (pengurangan penggunaan plastik), Reuse (menggunakan ulang plastik seperti shopping bag), dan Recycle (mendaur ulang plastik). Adanya sebuah program pendaurulangan plastik merupakan salah satu cara untuk menangani limbah plastik. Namun ternyata hanya sebagian kecil dari limbah tersebut yang berhasil di daur ulang.

Terlebih dengan kondisi Indonesia yang luas program 3R saja tidak cukup untuk menangani limbah plastik yang ada. Sehingga diperlukan adanya solusi lain untuk penanganan limbah plastik ini salah satunya adalah dengan mempercepat proses penguraian plastik itu sendiri atau bisa disebut sebagai Return to Earth yang merupakan ekstensi dari program 3R yang sudah berjalan.

Solusi yang tepat untuk dapat melaksanakan program Return to earth adalah dengan menggunakan plastik yang lebih mudah terurai atau biasa disebut sebagai plastik ramah lingkungan.

Contoh plastik ramah lingkungan adalah plastik bio-based seperti ecoplas yang terbuat dari dasar starch (tepung) dari singkong yang merupakan produk asli Indonesia. Selain itu bisa juga dilakukan penambahan zat additive dalam produksi plastik agar menjadi lebih mudah terurai seperti penambahan zat oxo-biodegradable.

Dengan adanya plastik ramah lingkungan, rantai penguraian plastik yang sebelumnya bisa mencapai 500 hingga 1000 tahun dapat dipotong menjadi 2 tahun saja. Cara ini dapat dibilang cukup efektif karena dapat mengurangi penumpukan sampah berkali-kali lipat dibandingkan dengan plastik konvensional.

 

3R sebagai Solusi Permasalahan Sampah Plastik, Cukupkah?

Sampah berhubungan erat dengan kehidupan kita sehari-hari. Di DKI Jakarta khususnya sampah yang dihasilkan 7000ton setiap harinya dan 14% diantaranya merupakan sampah plastik (https://news.detik.com/berita/d-3825854/setiap-hari-jakarta-hasilkan-7000-ton-sampah). Ada banyak usaha telah dilakukan untuk mengurangi volume sampah tersebut seperti edukasi mengenai pentingnya memilah sampah, pengurangan penggunaan wadah sekali pakai, serta konsep 3R.

Saat ini sebanyak 460 bank sampah di DKI Jakarta sudah menjalankan program 3R tersebut. Bank sampah sendiri merupakan tempat penampungan sampah yang sudah dipilah-pilah, dimana nantinya sampah tersebut akan didistribusikan untuk diolah kembali. Namun sejauh ini baru sekitar 5% dari total keseluruhan sampah yang berhasil diolah oleh bank sampah dan didaur ulang.

Konsep 3R sendiri sebenarnya sudah berjalan cukup baik di negra-negara Eropa, terbukti dari volume sampah yang berhasil dikelola mencapai lebih dari 90%. Berbeda dengan Eropa, Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah mencapai hampir 2,000,000 km persegi dan negara kepulauan yang terdiri dari 17,000 pulau. Kondisi geografis ini membuat pelaksanaan konsep 3R, dimana sampah plastik yang ada perlu dikumpulkan dan dikelola menjadi sulit dilakukan.

Untuk mengatasi permasalahan sampah plastik ini berbagai pihak akhirnya merumuskan gagasan-gagasan dimana selain 3R perlu ekstensi program seperti:


1. Replace

Masyarakat diarahkan untuk mengganti atau menghindari barang yang sekali pakai dengan barang yang bisa dipakai berulang-ulang. Misalnya membawa kantong sendiri saat berbelanja, atau penggunaan botol minum dan kotak bekal.

 

2. Repair

Usaha-usaha untuk mempebaiki kerusakan yang telah dibuat oleh manusia diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidup dan lingkungan. Usaha perbaikan ini bisa berbentuk kampanye maupun kegiatan lain yang tujuannya untuk memperbaiki kerusakan yang sudah terjadi.

 

3. Recreate / Recover

Sampah yang tidak dapat didaurulang dapat dikonversi menjadi listrik, panas, maupun bahan bakar melalui proses thermal dan biological.

4. Return to Earth

Sampah pada akhirnya akan kembali terurai kedalam bumi, namun terkadang proses penguraian tersebut cukup panjang, seperti contohnya plastik membutuhkan waktu 500-1000 tahun untuk bisa terurai, maka diperlukan solusi plastik ramah lingkungan yang lebih cepat terurai.

Terlepas dari solusi-solusi yang telah dijabarkan diatas, masih banyak solusi lain untuk memerangi permasalahan sampah plastik ini. Namun tanpa dukungan dari kita, sebagai konsumen yang menghasilkan sampah plastik, solusi-solusi tersebut tidak akan berjalan efektif. Untuk itu, mari bersama-sama memerangi sampah plastik dengan menjadi solusi itu sendiri.

Teknologi Greenhope menjadi solusi dari pencegahan sampah plastik, kapan lagi kalau bukan sekarang?

Teknologi Greenhope menjadi solusi dari pencegahan sampah plastik, kapan lagi kalau bukan sekarang?

Pada 27 Februari 2017, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI menyelenggarakan  Workshop Pengelolaan Sampah di Pantai dan Laut di Hotel Borobudur (Jakarta) yang dibuka langsung oleh Ibu Siti Nurbaya Bakar selaku Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI. Acara tersebut juga dihadiri oleh Bapak Luhut Binsar Pandjaitan selaku Menteri Koordinator Bidang Maritim beserta 200 pejabat daerah bupati dan walikota se-Indonesia. Menteri Siti Nurbaya Bakar mengatakan bahwa sampah laut merupakan tanggung jawab bersama. Sehingga beliau mengupayakan prinsip revolusi mental untuk merubah perilaku masyarakat Indonesia yang tidak hanya bergantung pada pemulung dan petugas kebersihan dalam mengelola sampah. Beliau juga berterima kasih terhadap pemerintah daerah, perusahan, aktivis, dan semua elemen yang berperan aktif dalam melakukan kampanye dan aktivitas terkait isu pengelolaan sampah.

KLHK juga mendatangkan pakar dari Jepang, Korea Selatan, Denmark, Swedia dan Jerman untuk berbagi informasi mengenai penanganan sampah di negara masing-masing. Teknologi penanganan sampah akan berbeda pada setiap negara, karena hal ini tergantung dari teknologi dan sumberdaya yang ada. Jepang menggunakan incenerator untuk pembakaran sampah yang dikonversi menjadi energi. Begitupun dengan negara yang lain yaitu Denmark, Swedia, dan Jerman. Sedangkan di Korea Selatan, negara tersebut menerapkan prinsip Ecotown, yaitu strategi penumbuhan ekonomi baru sekaligus menyelesaikan masalah sampah. Namun, langkah utama yang dilakukan oleh negara maju tersebut adalah tindakan pencegahan dengan melarang pemakaian plastik non-degradable dan menerapkan bea cukai pada plastik. Metode landfill juga diterapkan di negara Jerman namun dalam persentase yang kecil, dimana gas yang dihasilkan juga dimanfaatkan untuk energi.

Bapak Sugianto Tandio sebagai narasumber menambahkan bahwa Indonesia pada dasarnya telah memiliki teknologi yang mampu berdampak terhadap pengurangan sampah plastik, yaitu Oxium dan Ecoplas. Teknologi Oxium yang merupakan aditif pada plastik akan membantu proses degradasi menjadi 2-5 tahun. Sedangkan Ecoplas yang terbuat dari tepung singkong tentu saja tidak akan mencemari lingkungan karena terbuat dari bahan alami. Bapak Sugianto juga menambahkan bahwa adanya sampah plastik yang terdapat di laut adalah sebuah kecelakaan, karena tempat pembuangan sampah yang sebenarnya adalah TPS (Tempat Pembuangan Sampah) / landfill. Disamping itu, sampah plastik tidak bisa diatasi hanya dengan penggunaan teknologi yang lebih baik, namun juga diiringi dengan kesadaran dan perubahan gaya hidup ramah lingkungan. Prinsip 4R (Reduce, Reuse, Recycle, dan Return to Earth) harus ada di setiap individu masyarakat Indonesia. Dengan begitu, Indonesia bebas sampah 2020 akan terwujud.